Rabu, 17 Juli 2019

“MACAM-MACAM GAYA MENGAJAR”

VARIASI DAN GAYA MENGAJAR
“MACAM-MACAM GAYA MENGAJAR”


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Tema
“Variasi dan Gaya Mengajar”

B.     Sub Tema
“Macam-macam Gaya Mengajar”

C.    Mengapa Penting dikaji
Sub tema tentang Macam-macam Gaya Mengajar ini sangat penting untuk dikaji, mengapa? karena dalam proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah didalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen tersebut adalah guru, isi, atau materi pengajaran dan siswa, dalam gaya mengajar seorang guru berbeda antara yang satu dengan yang lain pada saat proses belajar mengajar walaupun mempunyai tujuan yang sama. penggunaan gaya ini yang ditunjukan guru untuk merujuk pada teknik dan metode pengajaran berbeda dengan mempertimbangkan hasil pembelajaran yang diperoleh dan kenyamanan guru dalam mengadakan gaya mengajar yang dimiliki. Jika guru menampilkan gaya mengajar yang baik, peseta didik akan menjadi semangat untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan kata lain, gaya mengajar yang baik dapat mempermudah tercapainnya tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru yang baik adalah guru inisiator, yang mempunyai ide, wawasan, dan gagasan baru untuk mengeliminasi kejenuhan peserta didik.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Variasi Mengajar
Variasi dapat diartikan sebgai kegiatan bermacam-macam sebagai perubahan dari keadaan sebelumnya. Menurut depdiknas(2003), variasi mempunyai beberapa makna, yaitu: tindakan atau haisl perubahan dari keadaan semula, selingan, bentuk/rupa yang lain,  dan perubahan turun menurun yang disebekan oleh perubahan lain, dan perubahan lingkungan. Jika dihubungkan dengan proses pembelajaran, variasi mengajar adalah bermacam atau beragamnya bentuk/rupa kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Jadi variasi mengajar dapat dimaknai sebagai bentuk perubahan atau inovasi yang diberiakn oleh guru dalam proses pembelajaran yang dapat diamati dari berbagai aspek, yaitu: variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam penggunaan materi pembelajaran, dan variasi dalam interaksi antara guru dengan peserta.

B.     Fungsi dan Tujuan Variasi Mengajar
1.      Fungsi Variasi Mengajar
Variasi mengajar mempunyai makna yang lebih luas karena mengintergrasikan berbagai macam ketrampilan dalam proses pembelajaran seperti variasi dalam memberikan pertanyaan, dan variasi dalam tingkat kognitif. Dengan kata lain, variasi mengajar berfungsi sebagai penarik perhatian peserta didik dan juga sebagai salah satu sumber motivasi peserta dididk dalam belajar.
2.      Tujuan variasi Mengajar
Secara rinci, ada beberapa tujuan penggunaan variasi mengajar, terutama dimaksudkan untuk meningkatkan perhatian, motivasi, dan belajar peserta didik. Menurut Julaiha (2007), bertujuan untuk menghilangkan kebosanan peserta didik dalam belajar, meningkatkan motivasi belajar peserta didik, mengembangkan keingintahuan peserta didik terhadap hal-hal baru, dan melayani gaya belajar peserta didik yang beraneka ragam. Sejalan dengan pemikiran diatas, suprihatiningrum (2013) mengemukakan tujuan variasi mengajar yang mencakup empat macam, yaitu: meningkatkan perhatian peseta didik, memotivasi peserta didik, memotivasi peserta didik, menjaga wibawa guru, dan mendorong kelengkapan fasilitas pembelajaran.[1]
Menggunakan variasi diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar-mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan peserta didik, sehingga dalam proses belajarnya peserta didik senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan secara aktif.[2]

C.    Prinsip dan Komponen Variasi Mengajar
1.      Prinsip-prinsip Variasi Mengajar
Prinsip-prinsip yang perlu dipahami yaitu:
a.       Perubahan yang digunakan harus bersifat efektif.
b.      Penggunaan teknik variasi harus lancar dan tepat.
c.       Penggunaan komponen-komponen variasi harus benar-benar terstruktur dan direncanakan sebelumnya.
d.      Penggunaan komponen variasi harus luwes dan spontan berdasarkan balikan siswa.
2.      Komponen-komponen Variasi Mengajar
a.       Variasi dalam gaya mengajar guru
1)      Variasi suara: keras-lemah cepat-lambat, tinggi-rendah, besar-kecil suara.
2)      Pemusatan perhatian: dapat dikerjakan secara verbal, isyarat, atau dengan menggunakan model.
3)      Kesenyapan: kesenyapan macam ini bertujuan meminta perhatian siswa.
4)      Kontak pandang: untuk meningkatkan hubungan dengan siswa dan menghindarkan hal-hal yang impersonal.
5)      Derakan badan dan mimik: perubahan ekspresi wajah, gerakan kepala, badan, sangat penting dalam proses komunikasi.
6)      Perubahan posisi guru: perhatian siswa dapat ditingkatkan melalui perubahan ini dalam proses interaksi komunikasi.

b.      Variasi penggunaan media dan bahan-bahan pengajaran
1)      Media dan bahan pengajaran yang dapat didengar (oral).
2)      Media dan bahan pengajaran yang dapat dilihat (visual).
3)      Media dan bahan pengajaran yang dapat disentuh, diraba, atau dimanipulasikan (media taktil).
Variasi di dalam setiap jenis media atau variasi antar jenis media perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar.
c.       Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa.
Rentangan interaksi dapt bergerak di antara dua kutub yang ekstrem, yakni guru sebagai pusat kegiatan dan siswa sebagai pusat kegiatan. Perubahan interaksi ini di antara dua kutub tadi akan berakibat pada pola kegiatan yang dialami siswa.[3]

D.    Pengertian Gaya Mengajar
1.      Pengertian Mengajar
Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa. Oleh karena itu, rumusan pengertian mengajar tidaklah sederhana. Dalam arti, membutuhkan rumusan yang dapat meliputi seluruh kegiatan dan tindakan dalam perbuatan mengajar itu sendiri. Bohar Suharto (1992) mendefisikan , mengajar merupakan suatu aktivitas mengorganisasikan atau mengatur (mengelola) lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan. Atau dengan kata  lain, Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta ada dalam hubungan social tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana prasarana belajar mengajar yang tersedia.[4]
Mengajar dapat pula di artikan proses membantu seorang atau kelompok melakukan kegiatan belajar sehingga proses belajar dapat berlangsung efektif.[5]
2.      Pengertian Gaya Mengajar
Gaya mengajar dapat diartikan sebagai dimensi atau kepribadian luas yang mencakup posisi guru, pola perilaku, modus kinerja, serta sikap terhadap diri sendiri dan orang lain. Manen dalam Marzuki (1999: 21) mengemukakan bahwa gaya mengajar adalah ciri-ciri kebiasaan, kesukaan yang penting hubungannya dengan peserta didik, baik materi, stategi, metode dan media pembelajaran, serta kurikulum yang digunakan. Lebih dari itu, gaya mengajar lebih menekankan suatu kebiasaan dan cara istimewa dari tingkah laku atau pembicaran guru atau dosen.
Tambahan pula, gaya mengajar adalah bentuk penampilan guru saat mengajar, baik yang bersifat kurikuler maupun psikologis. Gaya mengajar yang bersifat kurikuler dapat ditunjukkan ketika guru mengajar sesuai dengan tujuan dan sifat mata pelajaran tertentu. Sementara itu, gaya mengajar yang bersifat psikologis dapat diamati ketika guru mengajar yang sesuai dengan motivasi peserta didik, pengelolaan kelas dan evaluasi hasil belajar.
3.      Tujuan Gaya Mengajar
Gaya mengajar merepresentasikan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru untuk menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, pendekatan-pendekatan psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang diimplementasikan.

E.     Macam-Macam Gaya Mengajar
Penggunaan gaya mengajar yang ditunjukkan guru merujuk pada teknik dan metode pengajaran berbeda dengan mempertimbangkan hasil pembelajaran yang diperoleh dan kenyamanan guru dalam mengadakan gaya mengajar yang dimiliki. Disamping itu guru juga perlu meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan ketrampilan yang dimiliki karena faktor-faktor ini juga mempengaruhi gaya mengajar yang ditampilkan oleh guru.[6]
Banyak guru menggambarkan gaya penganjaran yang bervariasi dari segi deskriptif dan beragam makna. Guru harus mengembangkan gaya dan teknik pengajaran berdasarkan karakteristik fisik dan mental mereka sendiri. Iklim sosial, psikolog, pendidikan di kelas dan sekolah juga memiliki sesuatu untuk menentukan gaya mengajar. Gaya guru adalah masalah pilihan dan kenyamanan dan apa yang berhasil dengan seorang guru tidak selalu berhasil atau sesuai dengan guru lain. Tidak ada jenis guru atau gaya guru ideal, dan tidak ada lembaga pendidikan harus memaksakan hal tersebut kepada seorang staf atau pendidik yang ada di dalamnya.[7]
Hermawan dkk, (2007:58) mengelompokan gaya guru yang di terapkan dalam proses pembelajaran menjadi empat yang diturunkan dari aliran pendidikan, yaitu gaya mengajar klasik, teknologis, personalisasi, dan interaksional.

a)      Gaya Mengajar Klasik
Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai satu-satan berbagai cara belajar dengan berbagai konsekuensi yang di terimanya. Guru masih mendominasi kelas dengan tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk aktif, sehingga akan menghambat perkembangan siswa dalam proses pembelajara. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya disalahkan saat kondisi kelas yang mayoritas siswanya pasif. Dalam pembelajaran klasik, peran guru sangat dominan karena merupakan satu-satunya pihak dalam penyampaikan materi pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus ahli (expert) dalam bidang pelajaran yang diampunya. Dalam model pembelajaran seperti ini, siswa cenderng bersikap pasif ( hanya menerima materi pembelajaran).[8]
Namun demikian, gaya mengajar seperti ini sudah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran sekarang yang sudah bergeser dari paradigma pendekatan teacher-centered menjadi student-centered. Pergeseran paragdima ini disebabkan oleh berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dengan bantuan teknologi canggih. Adapun ciri-ciri gaya mengajar klasik dapat disebutkan sebagai berikut :
a.        Materi pembelajaran berupa sejumlah informasi dan ide yang sudah populer dan
diketahui peserta didik, bersifat objektif, jelas, sistematis dan logis;
b.       Proses penyampaian materi mengandung nilai-nilai lama dari generasi terdahulu
ke generasi berikutnya yang bersifat memelihara, tidak didasarkan pada minat peserta didik, hanya didasarkan pada urutan tertentu;
c.        Peran peserta didik pasif, hanya diberi pelajaran untuk didengarkan; dan
d.       Guru berperan sangat dominan, hanya menyampaikan materi pembelajaran, otomatis, tetapi benar-benar menguasai materi yang diajarkan.[9]

b)      Gaya Mengajar Teknologis
Gaya yang menerapkan gaya mengajar teknologis sering menjadi bahan perbincangan yang tidak pernah selesai. Argumentasinya adalah setiap guru mempunyai watak yang berbeda-beda : ada yang kaku, keras , moderat, dan fleksibel. Gaya mengajar teknologis ini mensyaratkan guru untuk berpegang pada media yang tersedia. Guru mengajar dengan memperhatikan kesiapan siswa dan selalu memberi rangsangan kepada peserta didiknya untuk mampu menjawab segala persoalan yang dihadapi. Selain itu guru memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk mempelajari pengetahuan yang sesuai dengan minatnya sehingga dapat memberikan banyak manfaat kepada peserta didik.[10]
Dengan kebebasan peserta didik untuk memilih mata pelajaran dan di perkenankan menggunakan seperangkat media yang tersedia, hal ini bukan mengurangi peran guru, melainkan guru seharusnya terus memanta perkembangan belajar peserta didik sehingga hasil belajar peserta didik dapat di peroleh secara maksimal. Lebih lanjut lagi, gaya mengajar teknologis mempunyai karakter sebagai berikut :
a.        Materi pembelajaran terprogram sedemikian rupa dalam perangkat lunak
(software)dan keras (hadware) yang ditekankan pada kompetensi peserta didik secara individu, disusun oleh ahlinya masing-masing, terkait dengan data objektif dan keterampilan peserta didik untuk menunjang kompetensinya;
b.       Materi pembelajaran disampaikan sesuai dengan tingkat kesiapan peserta didik
dan dengan memberi stimulan pada peserta didik untuk dijawab.
c.        Peran peserta didik ialah mempelajari apa yang dapat member manfaat pada
dirinya, belajar dengan menggunakan media secukupnya, dan merespon apa yang diajukan kepadanya dengan bantuan media; dan
d.       Peran guru adalah sebagai pemandu (membimbing peserta didik dalam proses
pembelajaran), pengarah (memberi petunjuk kepada peserta didik dalam proses pembelajaran), dan fasilitator (memberi kemudahan kepada peserta didik dakam proses pembelajaran).[11]

c)      Gaya Mengajar Personalisasi
Pembelajaran personalisasi dilakukan berdasarkan atas minat pengalaman dan pola perkembangan mental peserta didik. Gaya mengajar guru menjadi salah satu kunci keberhasilan peserta didik. Pada dasarnya guru mengajar bukan semata-mata untuk menjadikan peserta didik pandai, tetapi juga untuk meningkatkan kompetensinya sebagai seorang guru. Guru dengan gaya mengajar personalisasi ini akan selalu meningkatkan belajar siswa dari senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat memaksakan siswa untuk menjadi sama dengan gurunya, karena siswa tersebut mempunyai minat, bakat, dan kecenderungan masing-masing.[12]
Jadi, dalam gaya mengajar ini, peserta didik di pandang sebagai seorang pribadi yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Disinilah, guru inisiator selalu memposisikan dirinya sebagai mitra belajar peserta didik dengan memberikan bantuan atas perkembangan peserta didik dalam berbagai aspek. Adapun cirri-ciri gaya mengajar personalisasi adalah sebagai berikut :
a.        Materi pembelajaran disusun secara situasional sesuai dengan minat dan
kebutuhan peserta didik ;
b.       Materi pembelajaran disampaikan sesuai dengan perkembangan mental,
emosional, dan kecerdasan peserta didik;
c.        Peserta didik berperan dominan dan dipandang sebagai suatu pribadi;dan
d.        Guru berperan untuk membantu perkembangan peserta didik melalui pengalaman belajar, fungsi sebagai psikologi, penguasaan metodologi pembelajaran, dan fungsi sebagai narasumber.[13]



d)     Gaya Mengajar Interaksional
Dalam proses Pembelajaran, peserta didik di samping berkedudukan sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, peserta didik seharusnya melakukan interaksi sosial dengan berbagai problematika yang harus dihadapi. Peserta didik dihadapkan pada suatu realitas yang beraneka ragam. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan, peserta didik diberi kesempatan luas untuk memilih disiplin ilmu yang sesuai denga kebutuhan masyarakat kekinian. Peserta didik juga dilibatkan dalam pembentukan interaksi sosial yang mengharuskan mampu belajar secara mandiri.
Guru insiator tentunya cenderung berpola pikir untuk menjadi guru yang bergaya interaksional. Guru dalam pengajaran interaksional senantiasa mengedepankan pendekatan dialogis dengan peserta didiknya sebagai bentuk interaksi yang dinamis. Guru dengan peserta didik atau peserta didik dengan peserta didik lainnya saling ketergantunagan, artinya mereka sama-sama menjadi subjek pembelajaran, dan tidak ada yang dianggap paling baik atau paling jelek. Hal ini mengindikasikan guru dan peserta didik sama-sama menjadi subjek pembelajaran, dan tidak ada yang dianggap sebagai yang paling baik atau sebaliknya paling buruk.[14] Gaya mengajar interaksional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.        Materi pembelajaran berupa masalah-masalah situasional yang bersifat sosio-
kultural dan kontemporer;
b.       Materi pembelajaran disampaikan dengan dua arah, yakni menggunakan
pendekatan dialogis atau Tanya jawab antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik satu dengan peserta didik lainya;
c.        Peserta didik berperan dominan dalam mengemukakan pandangannya tentang
realita, mendengarkan pendapat temannya, serta memodifikasi berbagai ide untuk mencari bentuk baru yang lebih tajam dan valid; dan
d.       Guru berperan dominan dalam menciptakan iklim belajar yang saling
ketergantungan, dan bersama peserta didik memodifikasi berbagai idea atau pengetahuan untuk mencari bentuk baru yang lebih actual dan terpercaya.[15]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Variasi mengajar adalah bermacam atau beragamnya bentuk/rupa kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Sedangkan Gaya mengajar dapat diartikan sebagai dimensi atau kepribadian luas yang mencakup posisi guru, pola perilaku, modus kinerja, serta sikap terhadap diri sendiri dan orang lain. Tujuan gaya mengajar mempresentasikan untuk menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, pendekatan-pendekatan psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang diimplementasikan.
Disini juga terdapat macam-macam gaya mengajar yang terdapat empat gaya mengajar yaitu: (1)gaya mengajar klasik, (2)gaya mengajar teknologis, (3)gaya mengajar personalisasi, dan (4)gaya mengajar interaksional.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, penulis banyak berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah-makalah berikutnya. Penulis sadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.









DAFTAR PUSTAKA

Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar.Bandung: PT Refika Aditama.
Hasibuan, J.J dan Moedjiono. 2012. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kustandi, Cecep dan Bambang Sutjipto. 2013. Media Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bamdung: PT Remaja Rosdakarya.
Mustakim, Zaenal. 2017. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: IAIN Pekalongan Press.





[1] Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, (Pekalongan: IAIN Pekalongan Press, 2017), hlm. 224.
[2] J.J Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 64.
[3]Ibid., hlm. 66-67.
[4] Pupuh Fathurroman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm. 7-8.
[5]Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto, Media Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), hlm. 5.

[6] Zaenal Mustakim, Op., Cit, hlm. 237-238.
[7]Abdul majid, Strategi Pembelajaran, cet Ke-2, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 277.
[8]Ibid., hlm. 279.
[9]Zaenal Mustakim, Op., Cit, hlm. 239.
[10]Abdul majid, Op., Cit, hlm. 279-280.
[11]Zaenal Mustakim, Op., Cit, hlm. 240.
[12]Abdul majid, Op., Cit, hlm. 280.
[13]Zaenal Mustakim, Op., Cit, hlm. 241.


[14]Abdul majid, Loc., Cit, hlm. 280.
[15]Zaenal Mustakim, Op., Cit, hlm. 242.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dengan bijak