Variasi dapat diartikan sebagai kegiatan yang bermacam-macam sebagai akibat perubahan dari keadaan sebelumnya. Menurut Depdiknas 2003, variasi mempunyai beberapa makna, yaitu: tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula, selingan, bentuk/rupa yang lain, dan perubahan turun-menurun yang disebabkan oleh perubahan lingkungan.[1]
Kemudian, mengajar memiliki pengertian dari sudut pandang berbeda, yaitu secara kuantitatif, kualitatif, dan institusional. Secara kuantitatif, mengajar berarti the transmission of knowledge, yaitu penularan atau pemindahan pengetahuan. Pengetahuan yang dikuasai guru ditransfer ke peserta didik. Secara kualitatif, mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar peserta didik. Sedangkan secara institusional, mengajar diartikan the efficient orchetration of teaching skill, yaitu kemampuan mengajar secara efisien.[2]
Jika dihubungkan dengan proses pembelajaran, variasi mengajar adalah bermacam atau beragamnya bentuk/rupa kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dalam menyajikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Pendidik dalam melaksanakan perannya harus mampu melayani peserta didik yang dilandasi dengan kesadaran, keyakinan, kedisiplinan, dan tanggung jawab secara optimal sehingga memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan siswa-siswi secara optimal baik fisik maupun psikis, terutama dari pengaruh variasi mengajarnya.[3]
Jadi, variasi mengajar dapat dimaknai sebagai bentuk perubahan atau inovasi yang diberikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran yang dapat diamati dari berbagai aspek, yaitu: variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam penggunaan materi pembelajaran, dan variasi dalam interaksi antara pendidik dengan peserta didik.
Gaya mengajar dapat diartikan sebagai dimensi atau kepribadian luas yang mencakup posisi guru, pola perilaku, modus kinerja, dan sikap terhadap diri sendiri dan orang lain. Manen dalam Marzuki 1999;21 mengemukakan bahwa gaya mengajar adalah ciri-ciri kebiasaan, kesukaan yang penting hubungannya dengan peserta didik, baik materi, strategi, metode, dan media pembelajaran, serta kurikulum yang digunakan. Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan peserta didik.[4]
Lebih dari itu, gaya mengajar lebih menekankan suatu kebiasaan dan cara istimewa dari tingkah laku atau pembicaraan guru atau dosen. Sementara itu, Ornstein mendefinisikan gaya mengajar sebagai gaya guru yang berhubungan dengan bagaimana guru memanfaatkan ruang kelas, pilahan kegiatan, dan materi pembelajaran, serta cara pengelompokan peserta didik.
Disini guru harus mampu menerapkan strategi pembelajaran yang tepat. Mengingat strategi pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.[5]Menjadi seorang guru tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Kreativitas merupakan dasar dari segala hal dalam rangka meningkatkan sesuatu ke arah kemajuan. Maka seorang guru harus memiliki pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.[6]
Selain itu, dapat dipahami bahwa gaya mengajar adalah bentuk penampilan guru pada saat mengajar, baik yang bersifat kurikuler maupun psikologis. Gaya mengajar yang bersifat kurikuler dapat ditunjukkan ketika guru mengajar sesuai dengan tujuan dan sifat mata pelajaran tertentu. Sementara itu, gaya mengajar yang bersifat psikologis dapat diamati ketika guru mengajar sesuai dengan motivasi peserta didik, pengelolaan kelas, dan evaluasi hasil belajar.
Dari beberapa pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar merepresentasikan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru untuk menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, pendekatan-pendekatan psikologi yang digunakan, dan kurikulum yang diimplementasikan.
Contoh-Contoh Variasi dalam Gaya Mengajar
a. Variasi dari Aspek Gaya Mengajar
1. Variasi Suara (Intonation, Volume, and Speed)
Variasi suara adalah perubahan suara dari keras menjadi lemah, dan tinggi menjadi rendah, dari cepat menjadi lambat. Suara guru pada saat menjelaskan materi pembelajaran hendaknya bervariasi, baik dalam intonasi, volume, maupun kecepatan. Hal ini mengisyaratkan variasi suara dapat memengaruhi informasi yang disampaikan kepada peserta didik. Misalnya, guru dapat menaikkan intonasi dan volume ketika menyampaikan hal-hal yang dianggap penting atau untuk membangkitkan kembali semangat belajar peserta didik.
Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya suara guru untuk diperhatikan karena merupakan alat komunikasi yang penting dalam interaksi edukatif. Hal ini memungkinkan guru mengelola kegiatan dengan jelas dan efektif serta efisien dalam memainkan perannya.[7]Memang berbicara di depan kelas tidak dapat disamakan dengan orang berpidato dan membaca puisi. Hal ini berarti bahwa guru menganggap peserta didik sebagai lawan bicara sehingga terjadi interaksi yang interaktif dan komunikatif.
2. Pemusatan Perhatian/ Penekanan (Focusing)
Memang menarik perhatian peserta didik itu sangatlah tidak mudah apalagi dalam jumlah peserta didik yang banyak. Agar perhatian peserta didik tetap ada, perlu adanya prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Perhatian seseorang tertuju atau diarahkan pada hal-hal yang baru karena jenis rangsangan baru yang dapat menarik perhatian termasuk warna dan bentuk. Contohnya, seorang guru dapat menarik perhatian tentang kata-kata penting pada suatu bacaan dengan memberi warna merah atau menggaris bawahi.
b. Perhatian seseorang tertuju atau terarah pada hal-hal yang dianggap rumit.
c. Orang mengarahkan perhatiannya pada hal-hal yang dikehendakinya yaitu hal-hal yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Ketiga prinsip di atas mengemukakan bahwa guru harus mengetahui banyak tentang peserta didiknya agar bisa mengarahkan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran sehingga peserta didik memiliki minat belajar yang tinggi.
3. Pemberian Waktu (Pausing)
Variasi lain dalam gaya mengajar untuk memusatkan perhatian peserta didik ialah dengan memberikan waktu sejenak tanpa adanya kegiatan sehingga keadaan menjadi sunyi/senyap untuk sementara waktu.
4. Kontak Pandang (Eye Contact)
Ketika proses belajar mengajar berlangsung, jangan sampai guru menunduk terus atau melihat langit-langit dan tidak berani mengadakan kontak mata dengan para peserta didiknya. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan situasi kelas dengan baik. Untuk itu, pandanglah peserta didik secara merata tapi jangan berlebihan, dan gunanya pandangan mata seorang guru adalah untuk menarik perhatian dan minat belajar peserta didik.
5. Gerakan Anggota Badan (Gesturing)
Gerak anggota badan juga perlu divariasi. Variasi dalam ekspresi wajah guru, gerakan kepala, gerakan tangan, dan anggota badan lainnya adalah aspek yang sangat penting dalam berkomunikasi. Gunanya adalah untuk menarik perhatian dan untuk menyampaikan arti dari pesan lisan yang dimaksudkan dalam memperjelas penyampaian materi.
6. Perpindahan Posisi (Positioning)
Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat dilakukan dari bagian depan ke belakang, sisi kiri ke sisi kanan, atau di antara peserta didik dari belakang ke sisi samping kelas. Perpindahan ini dapat membantu dalam menarik perhatian peserta didik dan meningkatkan kepribadian guru.
b. Variasi Media dan Materi Pembelajaran
1. Variasi Media Pembelajaran
a. Variasi Media Pandang (Visual Aids)
Penggunaan media pandang dapat diartikan sebagai penggunaan alat dan bahan ajar khusus untuk komunikasi seperti buku, majalah, globe, peta, majalah dinding, film strik, tv, radio, recorder, gambar grafik, model demonstrasi, dan lain-lain.
b. Variasi Media Dengar (Audio Aids)
Sejumlah media dengar yang dapat dipakai dalam interaksi edukatif di antaranya adalah pembicaraan peserta didik, rekaman bunyi dan suara, rekaman musik, rekaman drama, wawancara, bahkan rekaman suara ikan lumba-lumba yang kesemuanya itu dapat memiliki relevansi dengan pelajaran.
c. Variasi Media Dengar dan Pandang (Audio- Visual Aids)
Penggunaan media dengar dan pandang melibatkan indra pendengaran dan penglihatan. Media yang termasuk jenis ini antara lain seperti film, televisi, radio, slide projector, dan sebagainya.
d. Variasi Media yang Dapat Diraba, Dimanipulasi, dan Digerakkan Motorik
Penggunaan media yang dapat diraba, dimanipulasi, dan digerakkan akan menarik perhatian peserta didik dan dapat melibatkan peserta didik dalam membentuk dan memeragakan kegiatannya, baik secara individu maupun kelompok. Media yang dapat diklasifikasikan ke dalam tipe ini meliputi peragaan yang dipresentasikan oleh guru atau peserta didik, model, specimen, patung, topeng, dan boneka.
2. Variasi Materi Pembelajaran
Penggunaan variasi materi pembelajaran yang dimaksudkan di sini ialah bahwa guru dalam proses pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi-materi pokok saja, tetapi juga harus diselingi dengan materi-materi penunjang. Materi penunjang yang dimaksudkan seperti contoh-contoh verbal, cerita atau anekdot, dan sebagainya.
c. Variasi Penggunaan Metode
Metode adalah alat pencapaian tujuan, dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran. Maka dari itu, dalam menggunakan metode pembelajaran, seorang pendidik pun dituntut untuk dapat menvariasikannya sehingga lebih menarik. Jadi metode yang digunakan bisa bermacam-macam sesuai dengan kegiatan yang ditetapkan dan tujuan pembelajaran. Misalnya, selain menggunakan metode ceramah, seorag pendidik juga bisa menggunakan metode tanya-jawab, eksperimen, demontrasi, pemberian tugas atau diskusi. Hal tersebut dimaksudkan agar para siswa terangsang untuk berpikir dan mampu mengeluarkan pendapat, ide, maupun gagasannya.
d. Variasi Interaksi
Dalam peranannya sebagai pendidik, guru harus berusaha menghidupkan proses pola interaksi dan motivasi agar tumbuh sikap motivasi dalam diri peserta didik pada proses pembelajarannya.[8]Pola interaksi guru dengan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sangat beragam. Dalam pemprosesan pola interaksi antara pendidik dan peserta didik, terjadi interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses kognitif), kondisi eksternal (rangsangan dari lingkungan), dan interaksi antar keduanya yang akan menghasilkan hasil belajar.[9]Setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-masing. Proses ini berlangsung melalui interaksi antara guru dengan siswa dalam situasi intruksional edukatif.[10]
Pola interaksi dapat berbentuk klasikal, kelompok, dan perorangan. Sedangkan variasi kegiatan dapat berupa mendengarkan informasi, menelaah materi, diskusi, latihan, atau demonstrasi. Terdapat dua pola interaksi yang umum terjadi dalam proses pembelajarn, yaitu guru aktif menjelaskan dan peserta didik aktif tanpa campur tangan dari guru atau guru hanya mengarahkan kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Zaenal Mustakim. 2017. Strategi dan Metode Pembelajaran (Edisi Revisi). Pekalongan: IAIN Pekalongan Press.
Jamil Suprihatiningrum. 2013. Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nanang Nahafiah dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama.
Syaiful Bahri Djamarah. 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kokom Komalasari. 2011. Pembelajaran Konseptual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.
Syaiful Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Bandung.
Etin Solihatin dan Dwi Nini Sutini. 2012. Strategi Pembelajaran PPKn. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nunuk Suryani. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Ombak.
Tim Pengembang MKDP. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Jurnal Pendidikan Khusus dengan Judul Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri terhadap Hasil Belajar Siswa. Karya Galih Anne Rivera keluaran 2015.
[1] Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran (Edisi Revisi), Cet. V, (Pekalongan: IAIN Pekalongan Press, 2017), hlm. 224
[2] Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi, Cet. I, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 60
[3] Nanang Nahafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 106-108
[4] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, cet. V, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), hlm. 53
[5] Kokom Komalasari, Pembelajaran Konseptual: Konsep dan Aplikasi, Cet. II, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hlm. 55
[6] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2009), hlm. 1-6
[7] Etin Solihatin dan Dwi Nini Sutini, Strategi Pembelajaran PPKn, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hlm. 58-75
[8] Nunuk Suryani, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 39
[9] Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, Cet. III, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 201
[10] Jurnal Pendidikan Khusus dengan Judul Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri terhadap Hasil Belajar Siswa, Karya Galih Anne Rivera keluaran 2015, hlm. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar dengan bijak